Adab yang dituntunkan ketika Allah menurunkan hujan-Nya ke permukaan bumi
Pertama, takut dan khawatir terhadap siksa Allah
Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu ‘anha pernah berkata,
ما رأيت رسول الله صلى الله عليه
وسلم مستجمعا ضاحكا حتى أرى منه لهواته إنما كان يبتسم قالت وكان إذا رأى
غيما أو ريحا عرف ذلك في وجهه فقالت يا رسول الله أرى الناس إذا رأوا
الغيم فرحوا رجاء أن يكون فيه المطر وأراك إذا رأيته عرفت في وجهك
الكراهية ؟ قالت فقال يا عائشة ما يؤمنني أن يكون فيه عذاب قد عذب قوم
بالريح وقد رأى قوم العذاب فقالوا هذا عارض ممطرن
“Aku tidak pernah melihat rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat
lidahnya, beliau hanya tersenyum. Apabila beliau melihat awan mendung
dan mendengar angin kencang, maka wajah beliau akan segera berubah.
‘Aisyah berkata kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
rasulullah aku memperhatikan apabila manusia melihat awan mendung,
maka mereka bergembira karena mengharap hujan akan turun. Namun, aku
memperhatikan dirimu, jika mendung datang, kegelisahan nampak di
wajahmu? ‘Aisyah berkata, “Maka rasulullah pun menjawab, “Wahai ‘Aisyah
tidak ada yang dapat menjaminku, bahwa awan tersebut mengandung adzab.
Sungguh suatu kaum telah diadzab dengan angina kencang sedangkan
mereka mengatakan, “Inilah awan yang akan mengirimkan hujan kepada
kami” (Al Ahqaaf: 24)” (HR. Muslim nomor 899).
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
فيه الاستعداد بالمراقبة لله
والالتجاء إليه عند اختلاف الأحوال وحدوث ما يخاف بسببه وكان خوفه صلى
الله عليه وسلم أن يعاقبوا بعصيان العصاة وسروره لزوال سبب الخوف
“Dalam hadits ini terkandung anjuran
untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah dan berlindung pada-Nya
tatkala terjadi perubahan cuaca dan nampak penyebab sesuatu yang
ditakutkan. Rasa takut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut
karena khawatir umat beliau akan diadzab dengan sebab kemaksiatan yang
dilakukan oleh para pelaku maksiat dan beliau akan kembali gembira
ketika sebab yang menimbulkan ketakutan telah berlalu (dalam hal ini
awan mendung dan angin kencang-pent)” (Syarh Shahih Muslim 6/196).
Kedua, berdo’a ketika turun hujan
Apabila hujan turun maka beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdo’a. Hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat hujan, maka beliau
berdo’a dengan lafadz,
اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang baik dan bermanfaat” (HR. Bukhari nomor 1032).
Dalam al Umm (1/223-224) imam Asy
Syafi’i menyebutkan sebuah hadits mursal, bahwasanya rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اطْلُبُوا اسْتِجابَةَ الدُّعاءِ عِنْدَ التقاءِ الجُيُوشِ وَإقامَةِ الصَّلاةِ وَنُزُولِ الغَيْثِ
“Bergegaslah berdo’a di waktu yang
mustajab, yaitu ketika bertemunya dua pasukan di medan pertempuran,
ketika shalat hendak dilaksanakan, dan turunnya hujan.”
Imam Ibnul Qayyim juga menyebutkan hal ini dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (1/439).
Ketiga, memperbanyak rasa syukur kepada Allah
Bumi yang semula tandus akan kembali
subur ketika hujan membasahinya, hal ini merupakan salah satu nikmat
Allah yang diturunkan kepada para hamba-Nya dan patut disyukuri. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ
الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (١٢)
“Bersyukurlah kepada Allah. dan
barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), sesungguhnya ia bersyukur
untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur,
sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji” (Luqman: 12).
Imam An Nawawi dalam Al Adzkar (1/182) berkata,
ويستحب أن يشكر الله سبحانه وتعالى على هذه النعمة ، أعني نزول المطر.
“Dianjurkan untuk bersyukur kepada Allah atas curahan nikmat ini, yaitu nikmat diturunkannya hujan.”
Keempat, mengguyur sebagian badan dengan air hujan
Dari Anas radliallahu ‘anhu, dia berkata,
أصابنا ونحن مع رسول الله صلّى
الله عليه وسلّم مطر، قال: فحسر رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ثوبه حتى
أصابه من المطر، فقلنا يا رسول الله لم صنعت هذا؟ قال: “لأنه حديث عهد
بربه
“Hujan mengguyur kami beserta
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap sebagian bajunya sehingga
hujan membasahi sebagian tubuhnya. Kami bertanya kepada beliau, “Wahai
rasulullah, mengapa engkau lakukan hal itu? Beliau menjawab, “Aku
melakukannya karena hujan tersebut adalah rahmat yang baru saja
diciptakan oleh Allah” (HR. Muslim nomor 898).
An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 6/196 mengatakan,
معنى حديث عهد بربه أي بتكوين
ربه اياه ومعناه أن المطر رحمة وهي قريبة العهد بخلق الله تعالى لها
فيتبرك بها وفي هذا الحديث دليل لقول أصحابنا أنه يستحب عند أول المطر أن
يكشف غير عورته ليناله
“Makna dari ucapan beliau ‘حديث عهد
بربه’ adalah hujan ini semata-mata dibentuk oleh Rabb-nya, maksudnya
adalah hujan tersebut adalah rahmat yang baru saja diciptakan Allah
ta’ala, maka beliau bertabarruk dengannya. Hadits ini merupakan dalil
bagi pendapat rekan-rekan kami (para ulama bermazhab Syafii, ed) yang
menyatakan bahwa dianjurkan menyingkap bagian tubuh selain aurat ketika
permulaan hujan agar hujan mengguyur tubuhnya.”
Muhammad bin Abu Bakr Az Zur’i juga menyebutkan hal yang senada dalam kitabnya Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibad (1/439).
Kelima, berdzikir setelah turunnya hujan
Hal ini berdasarkan kandungan yang
tersirat dalam hadits Zaid bin Khalid Al Jahni radliallahu ‘anhu ,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
“Hujan diturunkan kepada kami dengan karunia dan rahmat-Nya” (HR. Bukhari nomor 1038, Muslim nomor 71).
Keenam, berdo’a agar cuaca dicerahkan kembali
Apabila hujan turun dengan derasnya dan
dikhawatirkan membawa mudharat, maka kita dianjurkan untuk berdo’a
kepada Allah agar cuaca dicerahkan kembali, sebagaimana hadits Anas,
dimana Rasulullah berdo’a dengan lafadz,
اَللَّهُمَّ حَوَالِيْنَا وَلاَ
عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ، وَالجِْبَالِ، وَاْلظَرَابِ،
وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah turunkanlah hujan di daerah
sekitar kami, bukan di daerah kami. Turunkanlah hujan di perbukitan,
pegunungan, di lembah-lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan” (HR.
Bukhari nomor 933, Muslim nomor 897).
Ketujuh, berdo’a ketika mendengar petir
Dari Abdullah ibnu ‘Umar radliallahu
‘anhuma, bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
mendengar suara petir, maka beliau berujar,
اَللَّهُمَّ لاَ تَقْتُلْنَا بِغَضَبِكَ، وَلاَ تُهْلِكُنَا بَعَذَابِكَ، وَعَافِنَا قَبْلَ ذَلِكَ
“Ya Allah, janganlah Engkau hancurkan
kami dengan kemarahan-Mu dan janganlah Engkau binasakan kami dengan
adzab-Mu, selamatkanlah diri kami sebelum hal tersebut terjadi” (HR.
Bukhari dalam Adabul Mufrad nomor 721, Tirmidzi nomor 3450, Hakim
4/286, beliau mengatakan, “Shahihul Isnad dan keduanya (Bukhari dan
Muslim tidak meriwayatkannya) dan hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi”.
Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth dalam takhrij beliau terhadap Al Adzkar
hal. 262 mengatakan isnad hadits ini lemah, namun memiliki syahid yang
dapat menguatkannya.).
Dari Abdullah ibnuz Zubair radliallahu
‘anhu dengan status mauquf, bahwasanya beliau tatkala mendengar petir
berdo’a dengan do’a berikut,
سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمُدِهِ، وَاْلمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ
“Mahasuci Allah, dimana petir bertasbih
dengan memuji-Nya, dan juga malaikat karena takut akan kemarahan-Nya”
(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad nomor 723; Malik nomor 1801; Ibnu Abi
Syaibah nomor 29214, 29216 dengan sanad yang shahih).
Demikan yang dapat kami sampaikan pada
kesempatan ini. Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi kita semua,
sehingga kita mampu melewati musim penghujan ini dengan meraup pahala.
و صلى الله على محمد و على آله و صحبه و من تبعهم إلى يوم الدين.
Comments
Post a Comment